Aku hanya prihatin saja
diaryblogdotcom [11 Juni 2008]. – DALAM keter-asyik-an dan kehebohan “arisan” Euro 2008, yang mana saya menjagokan kesebelasan Orange, Belanda, terdengar olehku berita dari televisi yang sangat, sangat, saaannggaaattt… MEMPRIHATINKAN. Hati saya sangat marah. Mau nonjok muka orang, tapi siapa yang mau saya tonjok. Tentu saja tidak ada. Hanya kekesalan dan keprihatinan yang dalam berkecamuk di hati ini.
Belum lagi ada karat di keributan soal kenaikan BBM; yang seturut khalayak makin bikin rakyak negeri Simsalabim ini kian susah hidup – lantas digelut lagi soal keributan paling membenarkan diri dari mereka-mereka yang merasa pemilik Surga – meneroboslah berita yang sungguh membuat jiwa ini miris. Lima siswa TK Sekar Bangsa harus dilarikan ke RS Fatmawati akibat makan permen mengandung psikotropika.
Seturut beritanya, kejadian ini bermula dari kebaikan salah seorang siswa bernama Ridha yang membagikan permen jahanam itu kepada teman-temannya. Ridha tidak bersalah. Malah saya anggap anak yang baik. Yang kurang ajar adalah bapaknya! Dasar pecandu narkoba, dengan entengnya si ayah kurang ajar ini se-enaknya saja meletakkan barang jahanam itu di kulkas, yang sengaja dibungkus dengan kantong permen coklat.
Sudah puaskah pemerintah melihat kejadian ini? Masihkah akan bermain-main dengan barang jahanam yang satu ini? Kenapa hukuman bagi pemakai, pengedar, dan bandarnya tidak maksimal? Hukuman MATI! Itulah yang pantas dijatuhkan kepada orang-orang yang suka ber-tuhan-kan narkoba.
Kepantasan hukuman mati sangat pantas! Karena pecandu narkoba itu sebenarnya sudah mati dalam kehidupan ini. Mereka sudah tidak punya kontrol hidup. Tidak lagi menghargai interaksi selain dunia mereka. Konyolnya, beberapa aparat penegak hukum malah ikut bermain. Bahkan politisi seperti lempar batu sembunyi tangan. Negeri ini memang pastas saya sebut Negeri SIMSALABIM.
aku hanya merasa prihatin
mau marah, negeri malah tak peduli
hukum hanya dibungkus dalam buku
tak bernyali
atau
memang nyalinya terbungkam keserakahan
atau
menjadi komoditas politik
Tuhan tak sabar lagi
Sodom dan Gomora
akan melaknat mereka
***
5 responses to “Mengapa Anak Anak?”
Iis Kusaeri
Juni 11th, 2008 pukul 15:14
Artikel yang sangat bagus. Kepedulian terhadap anak memang perlu ditingkatkan. Perang terhadap narkoba juga sangat penting. Terima kasih, dan teruslah berkarya.
TAPPANG:
Anak adalah laksana satu kelembutan fajar. Saya paling benci kalo anak sampai dijadikan korban oleh apapun itu namanya. Anak itu kepolosan. Anak itu tidak ngerti apa-apa. Lihat dong kepolosan mata mereka yang butuh kasih sayang… Lucu ngegemasin, pengin tahu, dan selalu mengira orang dewasa adalah pelindung mereka. Itu yang bikin saya geram melihat berita itu…
Farida Simanjuntak
Juni 14th, 2008 pukul 07:27
Horas, tulang…
Di sini aku pun ikuti beritanya itu. Menurutku bapaknya itu orang paling jahat dan bodoh yang pernah ada di muka bumi ini. Sudah ada anak tapi masih pakai narkoba. Hampir tiap tahun pemerintah merayakan hari anak tapi perlindungan terhadap mereka belum maksimal. Anak terlalu sering dijadikan bahan eksploitasi. Coba kita lihat di kota-kota besar, pengamen dan pengemis cilik yang harus berpanas ria mengejar “setoran”. Kalau ga cukup atau ga dapat, dipukul. Ah… jadi kuingat anak didikku di Bogor dulu. Kumpulan pengamen kecil yang punya semangat luar biasa dan kepandaian untuk belajar. Tapi apa boleh buat, kelas kami terpaksa bubar karena sang koordinator yang badannya besar dan penuh tato sudah terlalu sering mengganggu kami dan mereka diancam. Kasihan anak-anakku itu…Kabar terakhir yang kudapat, perkampungan kumuh tempat kami belajar, sudah terbakar (kurasa lebih tepat dibakar) dan anak-anak itu ga ada kabarnya lagi…Sudah saatnya orang tua jangan hanya orang tua tapi betul-betul pantas dihormati oleh anak-anaknya…
(Manetek muse ilunghu, masihol au tu angka “gellenghi”)
TAPPANG:
Horas juga bere. Hal seperti itu selalu berulang terjadi, tetap saja tergantung baik tidaknya suatu pemerintahan. Kalo para orang pemerintahan cuma sibuk sendiri ngurus dirinya, ya, orang lain ‘entar dululah!’ – Kebobrokan sebuah negara bukan dikarenakan rakyatnya, tapi siapa yang jadi pemerintah. Namanya aja pun sudah “pemerintah” – tinggal merintahin aja kok ke level bawah, tinggal merintahin kok agar hukum dan hak asasi ditegakkan, kok gitu aja repot…?! Jadi, yang gak becus selalu pemberi perintah itu. 🙂
lidya hutagaol
Juni 23rd, 2008 pukul 16:01
anak-anak lagi…
tulang, aku pengen punya anak!
halah,,, gk nyambung ya 🙂
TAPPANG:
Bah?! Menikahlah pulak kau cepat-cepat… 😀
Ngurus anak itu sangat-sangat tidak mudah. Namun sudah takdir mahluk hiduplah; anak diperanak beranak pinak… 🙂
Toga
Juli 2nd, 2008 pukul 18:16
yang lebih pedih lagi, konon banyak oknum aparat yg malah makan dari situ.
pernah lae lihat di televisi, acara pembakaran narkoba yang merupakan barang bukti penangkapan, yang biasanya menggunung dan dengan demikian nilainya bisa miliaran rupiah?
sekarang jujur kutanya lae, yakinkah lae yang dibakar itu betul-betul narkoba? aku kok ragu ya. tanya kenapa.
TAPPANG:
Jujur nih saya, lae. 🙂 Saya kurang yakin. Mungkin itu hanya 10% dari yang disita. Kita juga gak menutup mata kan lae kasus-kasus aparat yang tertangkap basah lagi dugem? Ngapain hayo? Itulah yang kita suka sesalkan lae. Terlalu munafik mereka itu… Bah??!
dana
Juli 7th, 2008 pukul 19:19
Mungkin memang nurani sudah mati lae. Kira-kira bagaimana caranya untuk menghidupkan nurani itu kembali ya?
TAPPANG:
Nah, itu pertanyaan yang sulit lae… Soalnya, kepribadian orang phan berbeda-beda. Kalo menerut aku; pertama orang itu harus saling mengasihi dulu, dan selanjutnya saling menghormati hak-hak orang lain. 😉